➷Ale Writer
Ada artikel baru nih tentang Kebiasaan tiap tahun di Cirebon yang
selalu dicari-cari dan selalu dinanti-nanti terutama sama anak kecil.. check
this out
Lost of love and
affection, Ale💖
Muludan Menarik Minat Wisatawan
Setiap tanggal 12 Rabiull Awal kita memperingati Maulid Nabi. Di
Kota Cirebon Maulid Nabi lebih populer dengan sebutan Muludan. Peringatan
Muludan di Kota Cirebon terpusat di beberapa tempat di antaranya Keraton
Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Di kedua keraton tersebut pada bulan maulid
banyak sekali dikunjungi masyarakat dari berbagai daerah, yang tentunya juga
menarik para pedagang untuk berdagang di sekitar keraton tersebut. Sehingga
selama ini atmosfer tradisi Muludan lebihidentik dengan suasana pasar tahunan.
Tradisi yang sudah berlangsung
ratusan tahun silam ini agaknya terlanjur memiliki daya tarik ekonomi yang
lebih kuat dibanding daya tarik religiusitasmya. Sehingga makna Muludan seakan
telah mengalami pergeseran dari ritus keagamaan menjadi sekadar pasar tahunan
yang dikemas dalam tradisi budaya. Ibarat pepatah ada gula ada semut, di mana
masyarakat berkumpul maka daya tarik ekonomi akan berkembang pula di sana. Di
wilayah Cirebon sendiri sebenarnya keramaian muludan tidak hanya ada di
Kesepuhan dan Kanoman saja, melainkan ada juga ada tempat lain seperti Desa
Trusmi, Desa Tuk dan Desa Astana Gunung Jati.
Sebenarnya
menurut sejarah peringatan Maulid Nabi pada awalnya bertujuan untuk
membangkitkan semangat umat Islam yang sedang bertempur. Karena waktu itu umat
Islam sedang mengahadapi Perang Salib atau The Crusade. Sultan Salahuddin Al-Ayyubi
adalah orang pertama kali yang mengimbau agar umat Islam di seluruh dunia
memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW yakni pada tanggal 12 Rabiull Awwal
dengan tujuan membangkitan gairah umat Islam.
Pada waktu itu
salah satu kegiatan yang diadakan Sultan Salahuddin dalam peringatan Maulid
Nabi pertama kali (tahun 1184 M atau 580 H) yakni dengan menyelenggarakan
sayembara penulisan riwayat nabi beserta puji-pujian bagi Nabi Muhammad SAW
dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk
mengikuti kompetisi tersebut. Akhirnya pemenang yang menjadi juara pertama
adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji yang kemudian karyanya dikenal sebagai Kitab
Barzanji yang hingga sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada
peringatan Maulid Nabi (Khoirul Anam : 2007).
Sementara dalam
sejarah penyebaran Islam di Nusantara, perayaan Maulid Nabi atau Muludan
dimanfaatkan Wali Songo sebagai sarana dakwah. Dengan berbagai kegiatan yang
dikemas secara menarik namun didalamnya bertujuan agar masyarakat mau
mengucapkan syahadatain (dua
kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Agama Islam. Itulah sebabnya
perayaan Maulid Nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa
diucapkan Sekaten. Di Cirebon sendiri Sekaten diabadikan sebagai nama
seperangkat gamelan peninggalan putri Sunan Gunung Jati. Gong Sekaten dan
perangkat gamelan lainnya dikeluarkan dari penyimpanan setahun sekali untuk di
mandikan di musala Kanoman yakni pada saat peringatan Muludan.
Peringatan
Maulid Nabi yang di rasa masih memegang teguh nilai religiusitas hanya dapat
kita ditemukan di pedesaan atau daerah pesantren. Itu pun komunitasnya semakin
berkurang. Biasanya kegiatan yang dilakukan berupa pembacaan kitab barzanji
atau debaan di masjid
atau musala. Seharusnya Muludan sebagai sebuah perpaduan nilai-nilai agamis
yang tumbuh dan berkembang, saling mengisi dan melengkapi, akan terus dapat
terpelihara dan diminati masyarakat.
Dalam pandangan
Geertz diungkapkan, bahwa sistem kepercayaan dan praktek upacara agama dapat
memunculkan berbagai jenis kebudayaan yang saling terkait dalam suatu sistem
sosial; masyarakat, pasar dan pemerintah. Selanjutnya hal ini berakibat
menumbuhkan kutub ekonomi perdagangan melalui interaksi sosial-ekonomi dalam
wujud pasar tahunan Muludan. Demikian halnya dengan Muludan di Cirebon yang
pada awalnya merupakan salah satu bentuk syiar Islam yang dilakukan pihak
keraton untuk memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW.
Tampaknya nilai
dari tradisi Muludan yang ada dalam pemahaman masyarakat luas saat ini
cenderung tampak dari sisi ekonomi dan pariwisatanya saja. Terlihat banyaknya
para pengunjung yang datang hanya untuk makan dan berbelanja saja tanpa
memahami sejarah dan nilai yang terkandung di dalamnya. Lebih dominannya segi
ekonomi dan pariwisata bagi pandangan para pengunjung didukung oleh kehadiran
para pedagang kakilima yang datang dari berbagai daerah bahkan ada juga yang
dari luar pulau Jawa. Para pengunjung bahkan kadang tidak menyempatkan diri
untuk masuk ke dalam lingkungan keraton. Mereka mungkin enggan masuk keraton,
karena pada umumnya para pedagang terkonsentrasi di sepanjang jalan menuju
Keraton Kesepuhan dan Kanoman, sehingga jalan menuju keraton padat. Mulai dari
pedagang makanan khas (seperti ; docang, empal gentong, tahu petis, sega
jamblang, lengko dan lain sebagainya ) hingga pedagang pakaian, keperluan rumah
tangga dan cenderamata semuanya berbaur di sini, bahkan sampai masuk kedalam
lingkungan keraton.
Event Muludan yang memiliki daya tarik ekonomi dan pariwisata yang
potensial dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan perekonomian masyarakat
jika dibinakembangkan secara terpadu. Kita dapat melihat para pengunjung yang
datang dari berbagai daerah dengan sengaja untuk menikmati keramaian muludan.
Fenomena ini tentu menunjukan betapa momen muludanmemiliki potensi daya tarik
ekonomi- pariwisata yang luar biasa. Ini merupakan aset budaya sekaligus
potensi ekonomi-pariwisata yang dapat dikembangkan. Apalagi jika muludandapat
dikemas menjadi kegiatan wisata religi, budaya serta kuliner tahunan yang
terprogram.
Kita ketahui bersama wilayah di
sekitar Cirebon banyak memiliki sentra-sentra industri kerajinan rakyat.
Seperti batik trusmi, lukisan kaca, alat musik rebana ataupun industri yang
berupa makanan khas yang dapat dijadikan komoditas unggulan untuk menunjang
ekonomi kerakyatan. Pada saat Muludan merupakan momen yang tepat untuk media
promosi sekaligus pemasaran terhadap komoditas tersebut. Tanpa perlu jauh-jauh
kita memperkenalkan produk unggulan yang dihasilkan keluar daerah. Karena
pengunjung muludan juga banyak yang berasal dari luar daerah dan sudah menjadi
agenda rutin. Tentunya Dinas Pariwisata juga dapat memanfaatkan event Muludan untuk mempromosikan daerah tujuan wisata yang ada di
Cirebon, baik wisata budaya, pesona alam maupun wisata kulinernya. Saat ini
yang kita rasakan sektor pariwisata Kota Cirebon masih lesu. Banyak
potensi-potensi pariwisata di Kota Cirebon yang belum tergarap dengan baik.
Lebih ironsinya lagi banyak situs-situs sejarah yang terlantar tidak terurus
seperti Situs Gua Sunyaragi yang kondisinya sangat memprihatinkan. Di samping
memperkenalkan dan menggali potensi objek wisata yang ada, Dinas Pariwisata dan
instansi terkait dapat juga memperkenal budaya-budaya asli daerah melalui
pagelaran atau pertunjukan seni.
Selain muludan
tentunya masih banyak event lain yang
dapat dijadikan daya tarik ekonomi wisata bagi masyarakat Cirebon dan
sekitarnya seperti: Nadran (pesta laut), upacara Ngirab (dilaksanakan Hari Rabu
akhir Bulan Safar), Kliwonan (setiap malam Jumat Kliwon di Gunung Jati) dan
Syawalan sepekan setelah Hari Raya Idul Fitri. Semuanya itu merupakan potensi
yang dapat digarap oleh pemerintah Kota Cirebon dan instansi yang terkait.
Sehingga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan khususnya tingkat daya beli
bagi seluruh warga masayarakat Cirebon di masa mendatang. (*)
*) Penulis adalah alumni UPI
Bandung, Korwil AGP-PGRI Jabar. Warga Jl. Majalengka No. 11/B7 Nuansa Majasem
Kota Cirebon 45135.
pict by :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar