➷Ale Writer
Hai hai haii
Siapa nih yang dulu suka banget nungguin Ndran sampe rela panas-panasan demi liat pameran jalan pulang pas maghrib?? Dan untuk kalian yang belum tau gimana excited anak-anak yuk baca this article..
Lost of love and affection, Ale💖
Tradisi Pesta Laut Cirebon
Nadran Itu apa ya??
Nadran adalah
upacara adat para nelayan di pesisir pantai utara Jawa,
seperti Subang, Indramayu dan Cirebon yang bertujuan untuk mensyukuri hasil tangkapan
ikan, mengharap peningkatan hasil pada tahun mendatang dan berdo’a agar tidak
mendapat aral melintang dalam mencari nafkah di laut. Inilah maksud utama dari
Upacara Adat Nadran yang diselenggarakan secara rutin setiap tahun. Selain
upacara ritual adat, kesenian tradisional serta pasar malam pun diselenggarakan
selama seminggu. Di Kabupaten Indramayu, umumnya Upacara Adat Nadran
diselenggarakan antara bulan Oktober sampai Desember yang bertempat di Pantai Eretan Kulon, Eretan Wetan, Dadap, Limbangan dan Karangsong.
Sedangkan di Kabupaten Subang, di antaranya adalah di Pantai Blanakan.
Nadran sebenarnya merupakan suatu tradisi hasil
akulturasi budaya Islam dan Hindu yang diwariskan sejak ratusan tahun secara
turun-temurun. Kata nadran sendiri, menurut sebagian masyarakat, berasal dari
kata nazar yang mempunyai makna dalam agama Islam:
pemenuhan janji. Adapun inti upacara nadran adalah mempersembahkan sesajen (yang merupakan ritual dalam agama Hindu untuk
menghormati roh leluhurnya) kepada penguasa laut agar diberi limpahan hasil
laut, sekaligus merupakan ritual tolak bala (keselamatan).
Sesajen yang diberikan, disebut ancak, yang
berupa anjungan berbentuk replika perahu yang berisi kepala kerbau, kembang
tujuh rupa, buah-buahan, makanan khas, dan lain sebagainya. Sebelum dilepaskan
ke laut, ancak diarak terlebih dahulu mengelilingi tempat-tempat yang telah ditentukan
sambil diiringi dengan berbagai suguhan seni tradisional, seperti tarling,
genjring, barongsai, telik sandi, jangkungan, ataupun seni kontemporer
(drumband), di setiap acara nadran selalu digelar wayang kulit selama 1 minggu.
Nadran atau kadang disebut labuh saji dapat
juga diartikan sebagai sebuah upacara pesta laut masyarakat nelayan sebagai
perwujudan ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang
diberikan-Nya lewat hasil laut yang selama ini didapat. Selain itu, dalam
upacara nadran juga dilakukan permohonan agar diberi keselamatan dalam melaut,
serta tangkapan hasil laut mereka berlimpah pada tahun mendatang.
TIDAK berlebihan bila tradisi ritual Nadran dan Sedekah Bumi di
Gunung Jati menjadi momen pariwisata nasional dan sebagai ikonik bagi Cirebon.
Tidak saja dimaknai dilihat sebagai peristiwa kebudayaan yang mengandung nilai
religi, filosofi dan sosiologi, tetapi juga telah menjelma menjadi perayaan
kebudayaan yang memiliki daya tarik luar biasa secara masif.
Pada sisi perayaan kebudayaan, Nadran dan Sedekah Bumi yang selalu
diramaikan dengan karnaval ogoh-ogoh, menjadi even pembuktian bagaimana
masyarakat di sepanjang pesisir Cirebon, memiliki potensi artisitik yang sangat
menarik. Ogoh-ogoh atau replika patung raksasa yang diarak dalam satu karnaval
jalanan, menjadi bukti ekspresi estetis masyarakat yang secara tradisional
bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani.
Tahun demi tahun, daya tarik upacara tradisional itu makin besar.
Dibanding upacara tradisional lain yang juga berkembang secara khas di daerah
setempat, barangkali ritual yang berpusat di Makam Sunan Gunung Jati di Desa
Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, memiliki magnitud tersendiri
yang dirasa lebih kuat.
Tidaklah mengherankan bila upacara tradisional di Gunung Jati
selalu ditunggu, tidak saja oleh masyarakat pesisir setempat, tetapi juga
daerah lain. Nadran dan Sedekah Bumi Gunung Jati, selalu menyedot kehadiran
puluhan ribu warga, mereka datang juga dari Indramayu, Majalengka, Kuningan
bahkan beberapa daerah di Tegal, Brebes, termasuk Subang dan Karawang.
Tahun ini, ritual yang puncaknya berlangsung pada Sabtu, 14
September 2019, membuktikan bagaimana event itu terus berkembang dan selalu
bertambah menarik. Wajar pula bila Kementerian Pariwisata kemudian menjadikan
Nadran, Sedekah Bumi dan Karnaval Ogoh-ogoh yang dikemas ke dalam acara
bertajuk Festival Cirebon 2019 ini masuk dalam agenda nasional pariwisata
nasional.
Setidaknya ada dua momentum penting dalam upacara tradisional yang
telah berlangsung berpuluh, bahkan mungkin ratusan tahun, pada masyarakat
pesisir Cirebon tersebut. Pertama adalah momen ritual berupa Nadran dan Sedekah
Bumi yang menjadi acara inti, kemudian kedua, adalah karnaval ogoh-ogoh yang
bisa dikatakan sebagai ekspresi artistik (hiburan).
Pada momen ritual, ada nilai-nilai sinkreitisme (percampuran) yang
lebih bersifat relijius antara tradisi kuno Hindu, Budha dengan nilai-nilai
yang lebih modern (Islam). Fenomena lain ialah percampuran dua kultur yang
berbasis pada mata pencaharian masyarakat, ialah bertemunya secara sosiologis
nilai-nilai lama pada masyarakat agraris (petani) dan maritim (nelayan).
“Percampuran-percampuran itu melahirkan nilai-nilai filosofis dan
spiritual yang menarik pada upacara adat di Gunung Jati,” tutur budayawan
Cirebon, Dr. Opan Raffan Hasyim.
Momen berikutnya ialah perayaan, berupa karnaval jalanan. Dalam
struktur Nadran dan Sedekah Bumi sebenarnya hanya sebagai acara tambahan, namun
yang justru menjadi puncak dari serangkaian upacara ritual tradisional
masyarakat adat di pesisir yang tidak jauh dari Kompleks Makam Sunan Gunung
Jati.
“Karnaval ogoh-ogoh itu lebih bersifat hiburan. Yang menarik, dari
karnaval itu, kita bisa lihat bagaimana masyarakat pesisir ternyata memiliki
darah seni luar biasa. Ogoh-ogoh berupa replika patung, menunjukan bagaimana
nilai-nilai artisitik dan estetik pada masyarakat setempat,” tutur filolog asal
Desa Mertasinga (Gunung Jati), yang juga masih menjadi bagian dari masyarakat
pesisir tersebut.
Ciri terpenting dari karnaval ini ialah bahhwa replika-replika itu
sebagai bentuk ekspresi artistik masyarakat pesisir yang juga tidak jauh-jauh
dari kesadaran mistis terhadap simbol-simbol yang memiliki daya magis
spiritualitas pesisir. Dari tahun ke tahun, simbol-simbol seperti naga,
harimau, semar, dewa-dewa, menjadi ide yang menjadi dasar kreasi pembuatan
replika patung, termasuk juga hewan-hewan laut seperti udang, ikan dan
sejenisnya.
Pada perkembangan berikutnya, seiring dengan perubahan dalam
masyarakat pesisir, ide pembuatan replika patung menjadi lebih beraneka ragam
dan dinamis. Bahkan pernah ada patung doraemon, tokoh-tokoh komik Marvel
seperti batman, superman dan sejenisnya, selalu dalam ukuran jumbo (raksasa)
diikutkan dalam karnaval ogoh-ogoh yang kini mulai dilombakan.
Pada karnaval ogoh-ogoh Sabtu pekan lalu, diikuti sedikitnya 150
replika patung dengan motif yang sangat beragam. Seperti biasa, karnaval ini
berupa deretan panjang replika raksasa yang diarak ribuan orang di Jln Raya
Gunung Jati-Kota Cirebon, sepanjang dua kilometer.
Hal menarik, patung-patung itu dibuat oleh warga dengan sumber
dana berupa swadaya atau iuran sukarela warga. Diikuti oleh warga sejumlah desa
di sepanjang pesisir meliputi Gunung Jati, Suranenggala dan Kapetakan.
“Ogoh-ogoh itu sudah menjadi gengsi di kalangan masyarakat
pesisir. Mereka rela iuran yang penting desa atau bloknya bisa ikut partisipasi
dalam karnaval,” tutur Kuwu Astana, Nuril Anwar.
Sejak beberapa tahun terakhir, upacara adat Nadran dan Sedekah
Bumi Gunung Jati, sepertinya sudah mulai memasuki babak baru dalam perjalanan
panjang tradisi yang berkembang dan dipegang teguh oleh masyarakat pesisir
Cirebon. Kini, seiring dengan keseriusan pemerintah dalam menggali potensi
pariwisata di seluruh nusantara, upacara adat yang sebelumnya hanya ritual adat
lokal, kini sudah diapresiasi dengan dimasukan menjadi agenda pariwisata, tidak
hanya Jawa Barat, tetapi juga nasional.
Bahkan, pada perayaan Sabtu pekan lalu, tidak saja masyarakat umum
yang memenuhi jalanan sepanjang dua kilometer dari Makam Sunan Gunung Jati
sampai Perlimaan Krucuk, Kota Cirebon, para sultan dan raja Nusantara juga
turut hadir menyaksikan. Mereka menjadi tamu kehormatan yang menyaksikan
langsung tiap mata acara, dari mulai pelarungan sesaji di muara Kali Condong
hingga karnaval ogoh-ogoh.
“Mudah-mudahan, dengan dimasukan sebagai agenda
pariwisata nasional, Nadran dan Sedekah Bumi atau Festival Cirebon, akan makin
berkembang lebih luas, menjadi daya tarik wisata nasional maupun manca negara.
Mudah-mudahan, dengan begitu, karya-karya ogoh-ogoh yang dihasilkan akan lebih
kreatif dan menarik lebih banyak masyarakat untuk menonton karnaval,” tutur
Pelaksana tugas Bupati Cirebon, H. Imron Rosyadi.(Agung Nugroho/PR)***
Pict by
:
Source
by :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar