Kharakteristik
Masyarakat Natuna
Penduduk Natuna
sebagian besar adalah etnis Melayu, mereka tersebar di seluruh penjuru Natuna
atau sekitar 92% dari keseluruhan jumlah penduduk. Di samping etnis Melayu, di
Natuna juga terdapat etnis Jawa, Bugis, Batak, dan Minang. Penduduk
Melayu menerima keberadaan suku lain di tanah Melayu dengan terbuka. Oleh
karena itu sampai saat ini di Kabupaten Natuna hampir tidak pernah terjadi
konflik antar suku.
Salah satu nilai luhur
tunjuk ajar Melayu yang relevan yaitu untuk digunakan untuk mendukung penanaman
nilai- nilai nasionalisme adalah mengutamakan persatuan dan kesatuan,
menjunjung tinggi kegotong-royongan, dan mengekalkan tenggang rasa dalam
masyarakat bangsa dan negara. Para orang tua pada masyarakat Melayu menegaskan
bahwa rasa persatuan dan kesatuan, kegotongroyongan dan tenggang rasa merupakan
inti kepribadian Melayu. Berdasar pada prinsip bahwa hakikat manusia itu adalah
bersaudara, bersahabat, dan berkasih sayang, maka tunjuk ajar yang berkaitan
dengan persatuan dan kesatuan, kegotongroyongan, dan ketegang-rasaan senantiasa
hidup dan diwariskan secara turun temurun. Mereka juga menegaskan bahwa prinsip
yang dimaksud akan dapat mewujudkan perdamaian.
Salah satu sandaran
adat Melayu yang juga diyakini masyakat Natuna adalah musyawarah dan mufakat,
sesuai dengan ungkapan: “tegak adat karena mufakat, tegak tuah karena
musyawarah”. Acuan ini menyebabkan mereka sangat menghormati dan menjunjung
tinggi musyawarah untuk mufakat dalam kehidupan sehari-hari. Mereka menyadari
bahwa tanpa musyawarah dan mufakat, selain dianggap melecehkan adat istiadat,
aktiivitas pekerjaan yang dirancang akan mengalami hambatan dan sulit
dilaksanakan.
Orang Melayu dikenal
sebagai orang yang ramah, suka menolong, berprasangka baik, dan amat kokoh
memegang tali kekerabatan yang disebut sebagai “tali darah” atau “tali
keluarga”. Mereka memegang teguh kekeluargaan dan kekerabatan, dan berprinsip
bahwa sesama manusia adalah keluarga. Perwujudan sikap hidup bersaudara dengan
sesama umat, tercermin dari sikap orang Melayu yang terbuka dan baik terhadap
siapa saja yang datang. Perilaku yang menguatkan tali kekerabatan dan
kekeluargaan dapat dilihat dari banyaknya orang Melayu yang bersaudara angkat,
artinya mereka secara resmi mengaku bersaudara dunia dan akhirat.
Para orang tua selalu
mengingatkan anak cucunya agar hidup bersaudara dikekalkan tanpa me-mandang
puak dan suku bangsanya. Hal ini setidak-tidaknya dilakukan dengan sikap
berbaik-baik dengan siapa saja, berprasangka baik, dan saling menolong. Amanah
ini selalu dijadikan sebagai acuan bagi orang Melayu, sehingga mereka mampu
hidup berdamping secara rukun dan damai dengan semua pihak.
Interaksi sosial di
kalangan masyarakat yang tinggal di Kabupaten Natuna memiliki tingkat frekuensi
berinteraksi cukup tinggi, mengingat masyarakat memiliki jaringan sosial yang
kuat, begitu juga dengan masyarakat pulau-pulau yang ada di sekitarnya. Mereka
masih memiliki hubungan kekeluargaan. Secara struktur sosial terdapat ikatan
hubungan baik antara masyarakat dengan pihak pemerintah, militer,
polisi,pengusaha, dan LSM. Masyarakat Kabupaten Natuna pada umumnya memiliki
sifat kooperatif dan responsif terhadap pembangunan.
Stratifikasi sosial
masyarakat Kabupaten Natuna dan pulau-pulau kecil sekitarnya, dari aspek
ekonomi mayoritas masyarakat kelas bawah atau belum sejahtera. Perubahan sosial
sangat lambat bahkan statis. Hal ini disebabkan struktur sosial yang tidak
ber-pihak pada masyarakat khusus-nya masyarakat yang tinggal di pulau-pulau
kecil sekitarnya.
Mobilitas
masyarakat cukup tinggi,
terutama untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya, dengan cara menangkap ikan di tengah laut
dan berkebun. Kontrol sosial di kalangan masyarakat
dirasakan masih berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari pedulinya
masyarakat terhadap lingkungan sosial dan nonsosial, terutama masalah nelayan
asing dan narkoba. Pranata sosial yang ada di lingkungan masyarakat nelayan
masih dipatuhi, atau dilaksanakan oleh masyarakat secara turun-temurun, yang
sudah merupakan warisan leluhur.
Keberagaman Budaya Natuna
Masyarakat Melayu
Natuna adalah salah satu masyarakat adat yang masih tetap menjaga seluruh
kebudayaan warisan para leluhur. Salah satu tradisi yang hingga saat ini masih
dipertahankan adalah tradisi upacara Tepung Tawar yaitu ritual untuk Menolak
bala (sial). Ritual ini dilaksanakan pada saat bayi baru lahir, saat anak
menjalakan sunat, serta saat prosesi pernikahan.
Dibalik prosesi ritual
banyak terdapat makna dan nilai-nilai filosofis dalam seluruh prosesi
Tepung Tawar. Tradisi ritual upacara Tepung Tawar sunat anak melayu Natuna
memiliki ciri khas yang sangat kental akan budaya Melayu karena di dalamnya
terdapat berbagai nasihat dan kearifan lokal yang memiliki makna sangat penting
bagi masyarakat Melayu Natuna. Proses sunat atau sirkumsisi dalam ritual Tepung
Tawar memiliki banyak pantangan yang kemudian memengaruhi penyembuhan luka
hasil sunat.
Beberapa pantangan
dalam ritual Tepung Tawar sunat jika dilanggar dapat memberikan bala yang bisa
menimpa anak yang disunat. Ada korelasi antara kepercayaan terhadap hal gaib
masyarakat Natuna dengan tinjauan medis terkait pantangan-pantangan dalam
ritual Tepung Tawar yang kemudian berdampak pada kesehatan reproduksi anak.
Meski zaman sudah
berubah, namun ritual upacara Tepung Tawar yang masih tetap dilaksanakan oleh
masyarakat Melayu Natuna, kata Ghilman, menjadi bukti bahwa peninggalan para
leluhur masih melekat dalam kehidupan masyarakat Melayu Natuna, Dengan
menjalankan apa warisan para leluhurnya, masyarakat melayu Natuna dapat lebih
menjiwai bagaimana perjuangan para leluhurnya untuk kemudian bisa
mempertahankan budaya tradisi tersebut bisa tetap ada hingga saat ini.
Bahasa Melayu di Kepri
dituturkan dalam 15 dialek. Empat dialek diantaranya berada di Natuna.
Dialeknya adalah dialek Arung Ayam di Serasan Timur, Natuna. Dialek
Kampung Hilir di Serasan, Dialek Pulau Laut di Pulau Laut, Natuna dan dialek
Ceruk di Bunguran Timur Laut, Natuna. Bahasa Melayu Natuna dialeknya berbeda
dengan dialek Melayu lainnya di Kepri. Ada 140 ungkapan tradisional yang
dimiliki masyarakat Bunguran Natuna. Dalam ungkapan ini setidaknya terdapat 46
nilai.
Natuna memiliki
sejumlah kesenian tradisi yang terancam punah. Ada Mendu, Langlang Buana dan ada
pula Tari Topeng. Ada dua teater tradisi Natuna yang telah ditetapkan
jadi warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia, yakni Mendu dan Langlang
Buana.
Kesenian Natuna
Tari Topeng
Berbeda dengan Mendu
dan Langlang Buana yang sudah ditetapkan jadi warisan budaya tak benda (WBTB)
Indonesia, Tari Topeng masih terasa asing bagi masyarakat Provinsi Kepri. Wajar
sebab kesenian ini hanya ada di Desa Tanjung, Kecamatan Bunguran Timur Laut,
Natuna. Kesenian ini dimainkan Sanggar Buana Sakti. Pimpinan sanggar, Darmawan
menyebutkan, mereka sudah jarang tampil kecuali ada undangan acara di Pemkab
Natuna dan undangan pihak lain. Sebagian besar anggotanya sibuk dengan urusan
kehidupan masing- masing. Apalagi anggota sanggar sebagian besar
perekonomiannya orang susah. Jadinya sulit berkumpul. Kecuali ada undangan.
Jadi nyaris tak ada lagi latihan.
Menurut informan
Darmawan (61 tahun), Tari Topeng hanya ada di Desa Tanjung, sementara kesenian
lain seperti Langlang Buana tumbuhnya di desa lain, yakni Desa Kelanga. Namun,
saat penampilan Tari Topeng dan Langlang Buana, pemainnya kadang orang yang
sama. Maklum saja kedua desa berdekatan. Rata-rata pemain Tari Topeng dan
Langlang Buana memiliki hubungan keluarga.
Tari Topeng berbeda
dengan Gubang. Kesenian ini fungsinya untuk pengobatan orang sakit. Dalam
tampilan ada tiga pola gerak dalam Tari Topeng, yakni tari tangan, tari kain
dan tari piring. Penarinya bisa lima atau enam orang. Sementara pemain musiknya
terdiri lima orang. Satu orang memainkan limpung, dua orang gong dan dua orang
gendang.
Sumber:https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/natuna-potret-masyarakat-dan-budayanya-2/
Diposting oleh: Hilda
Rahmawati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar