➷Ale Writer
Siapa hayoo yang 00'LINES??
Let's to read this Esai bout Integrasi pada Zaman Millenial, U shall Seek your broadest insight.
Lost of love and affection, Ale💖
Jejak Kebudayaan Millenial Liner
Disintegrasi bangsa sendiri akan menjadi
permasalahan yang terus mengancam Bangsa Indonesia karena fenomena pluralitas dan heterogenitas yang
ada. Fenomena pluralitas dan heterogenitas yang ada ini merupakan
sebuah peluang untuk negara Indonesia menjadi negara yang besar. Banyakya suku,
agama, ras, dan adat dengan kebudayaannya masing – masing dapat dijadikan
sebuah modal dasar untuk menunukkan eksistensi bangsa Indonesia di mata dunia.
Namun dalam banyak urusan, keanekaragaman itu lebih potensial untuk menjadi
batu sandungan, yang kemudian tidak akan didapatkan nation building, melainkan nation bleeding. Kondisi sepeerti ini dapat
terjadi apabila jiwa toleransi dan tenggang rasa tidak dibina sejak dini.
Menyongsong Indonesia Emas 2045, masyarakat Indonesia harus bersatu untuk
menjadikan Indonesia sebagai negara maju, makmur, modern, dan madani. Tujuan
Indonesia Emas 2045 itu tidak akan tercapai apabila masyarakatnya masih terus
sibuk berselisih dan bertikai.
Sebagai pengakuan adanya
fenomena pluralitas dan heterogenitas di Indonesia, di berbagai
media massa terutama media massa elektronik milik pemerintah sering ditonjolkan
masalah persatuan dan kesatuan. Artinya harus kita akui bahwa sudah lebih dari
setengah abad Indonesia merdeka, negara ini masih menghadapi
persoalan-persoalan yang bisa mematahkan atau paling tidak merapuhkan persatuan
dan kesatuan bangsa. Kenyataan itu seharusnya mendorong kita untuk
memahami bahwa masalah itu tidak cukup untuk diatasi hanya dengan sekedar
terus-menerus menggemborkan masalah persatuan dan kesatuan, dikarenakan masalah
persatuan dan kesatuan itu bukanlah masalah konsep ataupun slogan belaka,
melainkan merupakan masalah yang harus dijawab secara realistis.
Penulis berusaha mencari
jawaban realistis tentang gambaran kondisi diatas dan menganalisis sebuah upaya
preventif yaitu bertajuk Kegiatan Jejak Budaya Mahasiswa. Mahasiswa yang
merupakan generasi muda harus diberi bekal untuk dapat melanjutkan estafet
kepemimpinan bangsa nantinya. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kehidupan
mahasiswa banyak dihadapkan pada perbedaan, karena ada banyak latar belakang
budaya mahasiswa di dalam satu kampus. Tidak adanya rasa toleransi dan tenggang
rasa mahasiswa menjadikan banyak permasalahan. Untuk itu, upaya preventif
berupa Kegiatan Jejak Budaya Mahasiswa diharapkan dapat menjadi tabungan solusi
masalah disintegrasi di masa yang akan datang. Dengan kegiatan semacam ini,
diharapkan mahasiswa tidak lagi menjadi problem maker dalam
ancaman disintegrasi Bangsa Indonesia, melainkan menjadi problem solver. Upaya ini sekaligus menjawab
dua tantangan besar Bangsa Indonesia, yaitu melestarikan kebudayaan daerah dan
mencegah terjadinya disintegrasi bangsa menyongsong Indonesia Emas 2045.
Indonesia merupakan negara yang kaya
akan keberagaman kebudayaan lokalnya, dimana kebudayaan lokal atau kebudayaan
daerah merupakan akar dari budaya bangsa. Budaya daerah tidak hanya membentuk
jatidiri bangsa Indonesia, namun juga mencerminkan sikap bangsa yang amat
menghargai perbedaan. Falsafah yang telah mendarah – daging dalam diri setiap
insan Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika, menunjukkan betapa Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang cinta damai dalam keragaman dan perbedaan. Inilah
yang menjadi kekuatan bagi keberadaan budaya nasional, meskipun diwarnai dengan
perbedaan – perbedaan yang acapkali rentan menimbulkan konflik atau
pertentangan. Pepatah mengatakan ‘Perbedaan bukan untuk dipertentangkan, melainkan
untuk dipersandingkan’. Kebudayaan menjadi sarana yang tepat dalam membina
keutuhan persatuan dan persatuan bangsa. Sebagai negara yang multikultural,
sangat rentan terjadi perpecahan di tanah pertiwi ini. Percikan masalah
perselisihan yang kecil akan sangat mudah menjadi api yang berkobar – kobar
karena adanya perbedaan. Integrasi bangsa yang sudah terbangun sejak lama bisa
saja hilang bak ditelan bumi apabila tidak dipertahankan.
Kebudayaan sebagai lem
perekat persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia dapay terus ada apabila
kebudayaan itu sendiri dapat dilestarikan. Kewajiban untuk melestarikan
kebudayaan daerah bukan saja menjadi tanggung jawab pemerintah, tapi diharapkan
seluruh lapisan masyarakat, termasuk generasi muda yang harus mampu mengemban
tugas yang sangat mulia ini demi kelangsungan budaya bangsa. Generasi muda
harus mengetahui kebudayaan dari daerah lain sehingga dapat mengerti kebudayaan
tersebut. Di dalam praktiknya, pertikaian akan mudah terjadi misalnya apabila
orang Jawa yang berwatak halus akan merasa tersinggung apabila berbicara dengan
orang Medan atau Madura yang bernada agak tinggi. Namun apabila sudah ada
saling pengertian antara seseorang dengan orang lainnya mengenai kebudayaan
yang berbeda, tentu tidak akan menimbulkan permasalahan apalagi perpecahan.
Dengan mengerti akan kebudayaan dari daerah lain inilah, diharapkan rasa
toleransi dan tenggang rasa terutama pada generasi muda dapat meningkat,
sehingga dapat meminimalisir terjadinya perpecahan.
Dalam upaya melestarikan kebudayaan
daerah untuk mengatasi permasalahan global, dalam hal ini adalah masalah
disintegrasi Indonesia yang sangat rentan terjadi, penulis menganalisis sebuah
kegiatan yang dapat dimaknai dan diimplementasikan, yaitu Kegiatan Jejak Budaya
Mahasiswa. Mengapa harus di dunia pendidikan? Karena begitu pentingnya
pendidikan untuk kemajuan sebuah bangsa. Pada tahun 1972 The International Comission for
Education Development dari
Unesco sudah mengingatkan bangsa – bangsa. Jika ingin membangun dan berusaha
memperbaiki keadaan sebuah bangsa, harus dimulai dengan pendidikan, sebab
pendidikan adalah kunci. Tanpa kunci itu segala usaha akan sia – sia. Kesadaran
akan pentingnya pendidikan inilah yang membuat negara – negara maju memberi
prioritas tinggi akan pendidikan, mengadakan modernisasi dan penyempurnaan
lembaga – lembaga pendidikan, tidak segan – segan mengadakan pembaruan,
termasuk meningkatkan anggaran pendidikan secara progresif. Negara – negara
maju melihat, investasi yang besar di bidang pendidikan akan menghaslkan high rate of return di masa depan
(Sindhunata, 2001).
Kegiatan Jejak Budaya Mahasiswa
merupakan kegiatan yang berupa kunjungan mahasiswa ke daerah – daerah tertentu.
Tentu saja tidak hanya berkunjung sesaat, tetapi menetap untuk beberapa hari.
Misalnya saja dalam kurun waktu satu bulan mahasiswa ditempatkan pada suatu
daerah yang berbeda kebudayaan dengan kebudayaannya sendiri. Seiring
berjalannya waktu, mahasiswa tersebut pasti secara tidak langsung akan belajar
tentang kebudayaan daerah yang ia tempati. Tidak hanya makanan, tempat tinggal,
tarian, ataupun tradisi, namun kebiasaan yang dilakukan orang setempat juga
dapat dipahami, sehingga memimimalisir terjadinya pertikaian. Apabila
dihadapkan pada kondisi nyata, masyarakat yang telah menyelami kebudayaan dari
daerah lain akan mampu menyikapi kondisi perbedaan yang ada secara bijak.
Kegiatan semacam ini perlu diupayakan perealisasiannya, karena mengubah
paradigma masyarakat tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tujua akhir dari
upaya semacam ini adalah berupa implementasi yang menghasilkan sebuah perubahan
paradigma, yaitu mengubah paradigma generasi muda yang semula menjadikan
perbedaan sebagai suatu yang harus dipermasalahkan, kemudian bisa memandang
perbedaan sebagai anugerah Tuhan yang harus dijaga keberadaannya.
Kegiatan Jejak Budaya Mahasiswa merupakan
bentuk kegiatan yang sangat strategis bagi dunia pendidikan, khususnya bagi
generasi muda. Melalui pendidikan budaya semacam ini, lambat laun generasi muda
akan sadar betapa pentingnya kebudayaan sebagai pemersatu bangsa, yang pada
akhirnya diharapkan dapat memperkuat integrasi bangsa. Kegiatan semacam ini
juga merupakan sebuah modal bagi ketahanan budaya yang dapat memperkukuh
kesatuan bangsa serta memperkuat karakter dan jatidiri bangsa. Dalam prosesnya,
kegiatan ini akan memberikan tiga pembelajaran penting pada mahasiswa, yaitu learning to know, learning to
do, dan learning to be. Kegiatan pendidikan budaya
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk learning to know,
artinya pendidikan budaya semacam ini membuka mata dan telinga mahasiswa untuk
lebih mengerti kebudayaan dari daerah lain. Rasa pengertian inilah yang menjadi
benih untuk menumbuhan pohon toleransi dan tenggang rasa antar masyarakat
Indonesia. Kemudian, learning to do berarti
mahasiswa yang sudah mengerti akan mampu melakukan tindakan yang menunjung
tinggi perbedaan, bukan mempermasalahkannya. Disini mahasiswa sudah bisa
disebut sebagai problem solver, bukan
lagi problem maker. Dan yang terakhir adalah learning to be. Dalam hal ini mahasiswa akan
mampu mencapai tujuan akhir yaitu berupa perubahan paradigma, dimana tidak
menjadikan perbedaan yang ada sebagai sebuah akar permasalahan yang dapat
menimbulkan perpecahan.
Sebenarnya kegiatan serupa sudah ditayangkan pada televisi, namun acara
tersebut bersifat komersial, sehingga lebih banyak memikirkan rating acara. Padahal apabila
diterjunkan mahasiswa pada kegiatan serupa, untuk nantinya bisa
diimplementasikan dalam kehidupan nyata, tentu akan menjadi lem yang kuat dalam
merekatkan perbedaan yang banyak terdapat di Indonesia. Dalam kurun waktu
kedepan, Indonesia harus bisa bersatu untuk bisa sejajar dengan bangsa – bangsa
lain di dunia. Apa jadinya apabila beberapa tahun ke depan negara – negara lain
sudah tampil dengan berbagai inovasi dan prestasi negerinya, tetapi Indonesia
masih harus bermasalah dengan penduduknya yang ricuh, riuh dan terancam
terdisentegrasi? Tentu saja hal ini jangan sampai terjad, terlebih lagi Bangsa
Indonesia sedang bersiap – siap menuju Indonesia Emas 2045 yang dimaknai dengan
kondisi negara yang maju, makmur, modern dan madani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar