Asal Mula Penggunaan Topeng
Topeng berkembang dari masa ke masa baik dari segi fungsi, karakter, ataupun teknik pembuatannya. Yang kita kenal sekarang, topeng merupakan salah satu atribut atau aksesoris yang sering dipakai oleh penari atau digunakan oleh seoran aktor. Akan tetapi, bila merujuk pada sejarahnya, sesungguhnya topeng pada mula keminculannya memiliki fungsi yang sakral.
“Dalam catatan sejarah, topeng telah dikenal semenjak zaman kerajaan tertua di Jatim yaitu Kerajaan Gajayana (760 Masehi) yang berlokasi di sekitar kota Malang. Tepatnya, kesenian ini telah muncul sejak zaman Mpu Sendok. Saat itu, topeng pertama terbuat dari emas, dikenal dengan istilah puspo sariro (bunga dari hati yang paling dalam) dan merupakan simbol pemujaan Raja Gajayana terhadap arwah ayahandanya, Dewa Sima.”
Betapa pentingnya keberadaan sebuah topeng pada masa itu. Bahan pembuatannya yang berupa emas, serta pemberian istilah “puspo sariro”, kiranya cukup menunjukkan betapa berharga nya keberadaan sebuah topeng pada masa itu. Seiring perkembangan jaman, perlahan-lahan topeng pun beralih fungsi menjadi kesenian tari, tepatnya pada masa Raja Erlangga sebagaimana dikutip dari tulisan Paring Priyo Utomo dalam averroes.or.id berikut ini.
“Wayang Topeng Malangan merupakan tradisi kultural dan religiusitas masyarakat Jawa semenjak Kerajaan Kanjuruhan yang dipimpin oleh Raja Gajayana semasa abad ke 8 M. Namun topeng masa itu dalam penuturan Karimun (82 tahun) tidak diperuntukkan acara acara kesenian seperti sekarang ini. Topeng waktu itu yang terbuat dari batu adalah bagian dari acara persembahyangan. Barulah pada masa Raja Erlangga, topeng dikontruksi menjadi kesenian tari. Topeng digunakan menari waktu itu untuk mendukung fleksibilitas si penari. Sebab waktu itu sulit untuk mendapatkan riasan (make up), untuk mempermudah riasan, maka para penari tinggal mengenakan topeng di mukanya, ujar Karimun.” (Priyo Utomo. averroes.or.id)
Dapat kita ketahui bahwa pengalihan fungsi topeng dari yang bersifat religi ke dalam kesenian adalah karena belum adanya alat dan bahan untuk make-up seperti yang digunakan oleh penari pada masa sekarang. Maka, untuk kemudahan, dibuatlah topeng untuk menutup wajah si penari tersebut. Hingga saat ini, penggunaan topeng oleh para penari masih sering kita jumpai walaupun penggunaannya bukan lagi didasarkan fleksibilitas penari.
Tarian-tarian dengan menggunakan topeng, biasanya menuntut penari agar bias membawakan karakter sesuai dengan karakter topeng yang dipakai. Contohnya pada tari Topeng Bapang yang merupakan topeng khas dari Malang. Tari Topeng Bapang diangkat dari tokoh dalam wayang topeng Malang bernama Bapang Jaya Sentika yang berasal dari Kerajaan Banjarsari(Sabrang). Penari harus mampu menggambarkan ksatria yang gagah berani, tetapi mempunyai watak yang brangasan dan ugal-ugalan sesuai dengan hidungnya yang panjang dan topengnya yang berwarna merah.
Bentuk Topeng Malang
Topeng yang berkembang di Malang memiliki ciri khas tersendiri dibanding topeng yang berasal dari daerah lain. Berikut ciri khas topeng Malang (dikutip dengan beberapa perubahan dari Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara I Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1991 / 1992, hal : 252).
Ciri Topeng Malang © pemilik gambar Melany dan Aditya Nirwana dari Universitas Ma Chung
Bentuk Hidung
Karakter topeng Malang salah satunya diwujudkan dalam bentuk hidung. Bentuk hidung seperti pagot (pisau alat pengukir) kecil mencerminkan watak lembut. Bila menyerupai pagot ukuran sedang atau menyerupai ujung parang mencerminkan tokoh yang gagah berani. Sedang hidung pesek, kecil menunjukan watak penuh pengabdian, biasanya untuk tokoh punakawan.
Bentuk Mata
Mata topeng berbentuk butir padi menunjukan tokoh jujur, sabar, lembut, gesit, dan perwira. Berbentuk seperti biji kedelai menunjukan tokoh perwira, tangkas, pemberang, gagah berani yang biasanya terdapat pada tokoh satria. Bentuk mata yang mentheleng (membelalak) menunjukan tokoh yang pantang mundur, gagah berani. Bila topeng bermata besar dan melotot menunjukan watak gagah perkasa, keji, angkara murka, dan sebagainya.
Ciri Topeng Malang © pemilik gambar Melany dan Aditya Nirwana dari Universitas Ma Chung
Bentuk Bibir atau Mulut
Bibir atau mulut juga meunjukan karakter tokoh – tokoh, antara lain bibir tekatup menunjukan tokoh berwatak gagah berani, sedikit terbuka menunjukan watak watak lembut dan luhur budi. Topeng berbibir terbuka dengan deretan gigi menunjukan tokoh berwatak sok gagah, sok berani. Mulut topeng terbuka lebar, gigi tampak, kadang – kadang bertaring menunjukan watak galak yang angkara murka.
Warna Topeng
Warna juga dimaksudkan untuk mengambarkan karakter tokoh. Warna merah menunjukan tokoh berwatak angkara, jahat, berani. Merah jambu menggambarkan tokoh yang keras hati, warna biru tua menunjukan tokoh dengan kekuatan magis, biru telur menunjukan tokoh baik hati, putih menunjukan kesucian, dan hitam menggambarkan tokoh yang bijak dan teguh.
Cerita yang diangkat
Karena wilayah Jawa waktu itu adalah area berkembangnya Agama Hindu yang datang dari India, maka cerita cerita wayang, termasuk wayang topeng juga mengambil cerita cerita dari India, seperti kisah kisah Mahabarata dan Ramayana. Barulah pada masa kekuasaan Kertanegara di Singasari, wayang topeng ceritanya digantikan dengan cerita cerita Panji.
Hal ini dapat dipahami ketika Kertanagera waktu itu menginginkan Singasari menjadi kekuasaan yang sangat besar ditanah Jawa. Panji yang didalamnya mengisahkan kepahlawanan dan kebesaran kesatria kesatria Jawa, terutama masa Jenggala dan Kediri merupakan usaha dari Singasari untuk menandingi cerita versi wayang purwo yang mengisahkan cerita cerita India. Perlu dicatat bahwa Sangasari adalah kekuasaan yang mengembangkan semangat kolonialisasi, mereka bahkan mengembangkan wilayah kekuasaannya hingga ke Kalimantan, dan Melayu. Cerita Panji dimunculkan sebagai identitas kebesaran raja raja yang pernah berkuasa ditanah Jawa.
Cerita cerita Panji yang direkonstruksi oleh Singasari adalah suatu kebutuhan untuk membangun legitimasi kekuasaan Singasari yang mulai berkembang. Namun begitu, cerita panji dalam wayang topeng memang menjadi berdebatan serius dikalangan ahli sejarah. Sebagian kalangan sejarawan, diantaranya Habib Mustopo, Guru Besar Universitas Negeri Malang mensinyalir bahwa cerita panji hanya mitos yang dibuat untuk menandingi dominasi wayang purwo, sebab dalam sumber sumber sejarah resmi yang ada di candi atau berbagai dokumen sejarah tidak diketemukan adanya cerita panji. Cerita Panji dalam hal ini meniru kisah kisah kesaktian Ken Arok untuk membangun legitimasi kekuasaannya.
Unsur Pendukung dan Struktur Pertunjukan
Dalam penyajiannya pertunjukan wayang topeng didukung oleh :
Ki dalang
Merupakan unsur utama yang menentukan keberhasilan pertunjukan.
Tugas dalang adalah sebagai berikut :
menyampaikan cerita atau lakon baik melalui tembang maupun kata- kata ( narasi )
melakukan dialog antara tokoh satu dengan tokoh yang lain
pengatur irama gending dan irama tari
Anak wayang
Adalah para aktor yang memerankan tokoh dalam cerita / lakon. Anak wayang merupakan 1 (satu) tim yang dituntut untuk mahir menari topeng. Dalam setiap lakon , tokoh yang diperankan antara 30 – 35 tokoh, namun jumlah anak wayang cukup 15 – 20 orang saja, karena diantara mereka ada yang memerankan lebih dari 1 tokoh.
Panjak
Adalah pemukul gamelan yang mengiringi pergelaran wayang topeng. Pada perkembangannya panjak disebut juga dengan niyaga / wiyaga, pengrawit/ pradangga, sedangkan di Sunda disebut nayaga. Panjak harus menguasai gending-gending Malangan. Jumlah panjak pada pergelaran wayang topeng antara 10 – 15 orang.
Punakawan
Punakawan artinya sahabat / teman yang mempunyai sifat arif / bijaksana. Kedudukannya sebagai abdi, yang mengabdi pada satria yang membela kebenaran. Pada wayang topeng punakawan yang ditampilkan adalah Semar dan Bagong yang mengabdi pada Raden Panji Asmara Bangun. Selain dua punakawan tadi ada juga punakawan yang bernama Patrajaya yang mengabdi pada Raden Gunung Sari.
Struktur Pertunjukan
Konsep pemanggungan / pementasan Wayang Topeng Malang adalah sebagai berikut :
Musik Pembukaan
Tari Pembukaan ( beskalan atau Srimpi )
Adegan Kerajaan Jawa ( Kediri, Jenggala, Singasari dan Urawan )
Grebeg Jawa ( Prajurit dalam perjalanan )
Adegan Kerajaan Sabrang ( Cemara Sewu, Rencang Kencana dll. )
Grebeg Sabrang
Perang Grebeg / Perang Gagal
Adegan Kerajaan ketiga atau Pertapaan
Gunung Sari dan Patrajaya
Adegan Kerajaan Jawa
Adegan Kerajaan Sabrang dilanjutkan Peperangan Besar
Sumber: https://www.dictio.id/t/serba-serbi-topeng-malang-sejarah-dan-cirinya/8711
dipublikasikan oleh: Annah Triyana Dewi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar